Sabtu, 04 Januari 2014

BTR-80A : Monster Amfibi Kebanggaan Korps Marinir






Jumlahnya memang tak seberapa, panser amfibi andalan Korps Marinir TNI AL ini hanya ada 30 unit. Tapi ada kesan mendalam tentang panser beroda delapan ini, walau unit yang dimiliki Korps Marinir amat terbatas, BTR-80A Indonesia sudah mendapat penugasan dalam misi memperkuat batalyon mekanik pada pasukan penjaga perdamaian PBB (UNIFIL) di Lebanon. Hal ini menandakan Indonesia tidak pelit untuk berpartisipasi dalam menjaga perdamaian dunia, walau alutsista yang dimiliki masih minim.
Berbeda dengan panser-panser buatan Eropa Barat dan Amerika. BTR-80A besutan Rusia tampil garang, dengan bobot lebih dari 13 ton panser ini jelas mempunyai efek deteren yang dahsyat, belum lagi pamor keluarga BTR-80 yang sudah kesohor sebagai kampiun di berbagai medan perang.

Dari rancang bangunnnya, BTR-80 adalah pengangkut personel lapis baja (APC) beroda 8×8 yang dirancang KBP Tula dengan pabrik Arzamas Plant di Rusia. BTR-80 telah diproduksi dalam berbagai varian, produksi perdana dimulai pada tahun 1986 untuk menggantikan versi panser APC sebelumnya, yaitu BTR-60 dan BTR-70. Versi BTR-80A adalah varian ekspor, beberapa varian BTR-80 lainnya seperti BTR-80K (pusat komando lapangan), BMM (ambulans lapis baja) dan SVK (kendaraan angkut meriam kaliber 120mm).

BTR-80A secara resmi memperkuat Korps Marinir TNI AL pada 15 November 2002, dan ke 30 unit panser ditempatkan di dua resimen Kavaleri Marinir, yakni di Surabaya dan Jakarta. Apa saja senjata andaan panser ini? Komponen senjata utamanya yakni mitraliur 2A72 co axial (kaliber 30 mm dengan daya tembak 330 butir peluru per menit) dan senapan mesin PKT (kaliber 7,62 mm x 39 dengan untaian 2.000 butir peluru berjarak tembak 1500 meter), serta tak ketinggalan enam pelontar granat asap untuk kamuflase tempur.
Kelebihan lain BTR-80A adalah adopsi ban jenis KI-126 yang kebal ditembus peluru kaliber berat, 12,7 mm. Walau pun ban rusak parah, kabarnya tetap tidak kempes hingga 10 jam. Sebagai panser modern, awak dan pasukan dapat terlindung dari bahaya serangan senjata NBC (nuklir,biologi, kimia).

BTR-80A ditenagai oleh mesin diesel YaMZ-238M2 240 PK, kemapuan mesin dapat memacu panser dengan kecepatan maksimum 80 km/jam di jalan raya dan 40 Km/jam di medan off road. Sebagai panser amfibi, panser ini mempunyai sebuah jet air untuk melaju di perairan, secara teori kecepatan di air mencapai 9 Km/jam. Saat menerjang gelombang laut, pandangan pengemudi tak terhalang debur ombak, sebab lempeng baja persegi pemecah ombak terpasang pada bagian halugan. Dan pengemudi bisa tenang mengemudi di laut berkat adanya periskop jenis TNPO-165.

SPESIFIKASI BTR-80A

Jumlah awak                                    10 (3+7)
Berat                                                13,600 kg +3%
Power-to-weight ratio                      19.1 hp/t
Mesin                                               Disel 7403 four-stroke 8-cylinder, liquid cooled, 260 hp
Roda                                                 pneumatic, tubeless
Panjang                                            7,65 meter
Lebar                                                2,9 meter
Tinggi                                               2,35 meter
Jejak r oda                                       2.41 meter
Kecepatan Maksimum                    80 km/jam di jalan raya, 40 Km/jam di off road dan 9 km/jam di air
Jarak tempuh di jalan raya             600 km
Jarak tempuh medan off road         200 – 500 km
Jarak tempuh amfibi                        12 jam

SUMBER

RM-70 multiple rocket launcher






Indonesia khususnya TNI lagi-lagi membikin surprise dengan pembelian sejumlah kendaraan tempur baru. Tahun 2003, telah datang beberapa unit peralatan perang dari pabrikan Cekoslovakia, beberapa petinggi TNI menghadiri uji coba perlatan baru di Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) TNI AL di Karangtekok, Kecamatan Banyuputih, Situbondo.

Pembelian peralatan dan kendaraan tempur (ranpur) modern jenis peluncur roket laras banyak RM-70 GRAD itu, bertujuan untuk memperkuat jajaran Korps Marinir. Pembaharuan peralatan tempur TNI itu merupakan pengganti ranpur lama yakni BM 14/17 buatan Uni Soviet. Sebab jenis BM 14/17 itu dinilai telah uzur dan telah digunakan oleh Korps Marinir, selama lebih empat dasawarsa.

Karena tuntutan tugas TNI yang semakin berat seiring dengan kemajuan teknologi kemiliteran, memaksa Korps Marinir untuk melaksanakan modernisasi terhadap beberapa peralatan tempur yang dianggap tua. Selain tua, modernisasi itu dilakukan karena ranpur tersebut tidak mampu mengimbangi dinamika tugas pengamanan negara oleh jajaran Korps Marinir.

Keputusan pemerintah RI mereposisi 2 ranpur jenis BM 14/17 dengan beberapa unit RM-70 GRAD, dinilai tepat. Mengingat BM tidak lagi diproduksi lagi. Sehingga jika tetap dipertahankan, maka Korps Marinir akan terus didera oleh kelangkaan suku cadang dan amunisinya. Bahkan jika dibandingkan dengan ranpur pendahulunya, RM-70 pabrikan Cekoslovakia itu memiliki banyak keunggulan baik senjata maupun kendaraan pengangkutnya.

Keunggulan yang dimilik RM-70 diantaranya, memiliki 40 laras dan lebih banyak dari BM14/17. Masing-masing laras berkaliber 120 mm (122,4+0,5 mm) dan panjangnya mencapai 2966, 2 mm. Selain itu juga didukung dengan kemampuan tembak yang tergolong tinggi. Bisa dibayangkan, untuk menembakkan 40 butir roket dalam satu tembakan salvo, maka waktu yang dibutuhkan yakni 18-22 detik dan interval waktunya antar roket hanya 0,5 detik. Selain pertimbangan bahwa roket BM 14/17 buatan Rusia sudah tidak lagi diproduksi, roket baru buatan Cekoslovakia ini memiliki banyak kelebihan baik dari persenjataan maupun kendaraan pengangkutnya. Kelebihan itu antara lain sistem pengisian roket RM 70 ini sudah menggunakan sistem elektronik, sementara roket BM 14/17 pengisiannya menggunakan sistem manual.

RM-70 berpenggerak 8×8 dan memiliki autoloader yang berisi roket suplai yang terletak antara peluncur dan kabin. Jadi jika roket yang ada di dalam tabung launcher telah kosong, bisa secara otomatis diisi kembali dengan roket yang di dalam autoloader secara mekanis. Durasi pengisian ulang roket ke dalam 40 tabung peluncur memakan waktu sekitar 7 menit. Hulu ledak artileri roket umumnya adalah jenis HE-fragmentation dan AP (armour piercing) tetapi bisa juga dimuati ranjau anti personel untuk ditanam ke medan tempur menghambat gerak maju pasukan infanteri lawan.

Satu butir roket yang ditembakkan mampu menghancurkan area seluas 3000 meter persegi. Sedangkan satu tembakan salvo (40 butir), bisa menghancurkan area seluas 3 hektar dan membahayakan area seluas 70 hektar. Kendaraan tempur yang diawaki oleh empat orang termasuk pengemudi di dalamnya, mampu berubah dari posisi biasa ke posisi tempur siap tembak. Bayangkan, untuk mencapai posisi itu, hanya dibutuhkan waktu 2 menit 30 detik.

Sementara interval waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan ke posisi jalan dari posisi tempur yakni 3 menit. Sedangkan daya jelajah yang dimiliki RM-70 GRAD mencapai 1100 km dengan dukungan kecepatan maksimum yang mampu dipacui sampaii 85 km/jam di jalan aspal.

Untuk jalan tanah, kecepatannya mencapai 35 km/jam dan di medan terbuka mencapai 25 km/jam. Untuk menghasilkan kekuatan mengangkut peralatan tempur itu, kendaraan itu dalam setiap satu kilometernya menghabiskan bahan bakar solar sebesar 0,5 liter. Jika ranpur itu dijalankan di jalan beraspal dan jalan tanah atau medan terbuka, hanya menyedot 1 liter untuk setiap satu kilometernya.

Dimensi kendaraan pengangkut roket RM-70 termasuk bongsor, sebab ukurannya mencapai panjang 8700 mm dan lebar 2600 mm untuk posisi jalan. Sementara untuk posisi tempur dan berat tempurnya yang terdiri dari empat orang kru dan 80 butir roket, beratnya hanya mencapai 25.400 kg.


Panglima TNI kala itu Jendral Endiarto Sutarto dalam keterangan pers mengatakan, pembelian senjata itu dilakukan karena senjata yang dimiliki TNI sudah terlalu tua. Senjata tersebut didatangkan dari Rusia dilakukan sejak perang Trikora dan tidak ada penggantinya lagi.

"Karena umurnya sudah tua dan akurasinya tidak bisa dipertanggungjawabkan lagi, makanya perlu ada pembaharuan," ujarnya. Pembaharuan peralatan senjata TNI akan dilakukan secara bertahap. Sebab, kata dia, jika suatu negara tidak memiliki peralatan perang yang lengkap, maka efek pangkalnya menjadi tidak ada. Karena itu, pembaharuan senjata yang dilakukan diharapkan negara lain tidak akan sembarangan masuk ke Indonesia.

Dijelaskan, senjata yang dibeli TNI merupakan imbal beli dengan barter komoditi pertanian. Sistem ini sangat bermanfaat jika dibandingkan dengan pembelian secara kredit. Terkait anggaran untuk membeli perlatan perang itu, Endiarto enggan menjelaskannya. "Yang jelas besar untuk pembelian peralatan yang baru ini," bebernya.

Akuisi TNI-AL terhadap produk artileri roket terasa sebagai angin segar bagi kekuatan pertahanan Indonesia. RM-70 Grad adalah pengembangan teknologi artileri roket BM-21 buatan Uni Soviet (Rusia). RM-70 Grad Korps Marinir bobot tempurnya berkisar 25-33 ton. Bagusnya roket ini kaliber 122 mm, dimana Indonesia sudah bisa memproduksi roket kaliber tersebut (Rhan-122) yang dikembangkan oleh Dephan, tentunya bekerja sama dengan institusi BUMNIS lain, meskipun daya jangkau masih dibawah roket bawaan Cekoslovakia. Diharapkan pengembangan amunisi roket tersebut bisa menyuplai roket artileri itu.


SPESIFIKASI

Type              Self-propelled multiple rocket launcher
Place of origin               Czechoslovakia          

Weight                          33.7 tonnes (74,295 lbs)
Length                          8.75 m (28 ft 8 in)
Width                          2.5 m (8 ft 2 in)
Height                          2.7 m (8 ft 10 in)
Crew                          6
 
Caliber 122.4 mm (4.8 in)
Barrels 40
Maximum firing range 20 km (12 mi)